GOCHIET.COM | SEJARAH – Ernest Franqouis Eugene Douwes Dekker, Kritikus berdarah Belanda yang “mengecam” Pemerintahan Belanda di Indonesia. Jika berbicara Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda, masyarakat umum pastinya selalu terbesit sebuah bayang-bayang kelam nan hitam pekat. Sebuah majas metafora yang mengungkapkan penderitaan masyarakat pribumi di masa itu. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda banyak kaum pribumi atau yang sering disebut “Inlander” dalam bahasa Belanda menjadi budak atau buruh di saat itu. Adapun ekonomi, pendidikan, kesejahteraan masyarakatnya selalu dikesampingkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Dalam sebuah era yang terpendam tersebut ternyata menggugah hati nurani seorang pria dari bangsa Belanda. Pria tersebut adalah Ernest Douwes Dekker atau lebih dikenal dengan nama Danudirja Setiabudi, seorang tokoh pergerakan kemerdekaan di Indonesia. Lahir di Pasuruan Hindia-Belanda, 8 Oktober 1879 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950.
Semasa muda, Douwes Dekker pernah menjadi seorang relawan perang di Afrika Selatan pada tahun 1899 (Perang Boer Kedua) untuk melawan Inggris. Beberapa bulan ikut perang Douwes Dekker ditahan di sebuah penjara di Ceylon, Srilangka. Didalam penjara ternyata membuka mata hati Douwes Dekker muda akan perlakuan tidak adil pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap warganya, khususnya warga Inlander (pribumi Indonesia).
Setelah kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1902, Douwes Dekker kemudian menjadi seorang reporter koran Semarang, De Locomotief. Disinilah ia mulai merintis kemampuannya dalam menulis dan berorganisasi. Selain itu Douwes Dekker juga pernah menduduki posisi sebagai staff redaksi di Bataviaasch Nieuwsblad, 1907. Dan di dunia jurnalistik pulalah Douwes Dekker mulai kritis terhadap kebijakan kolonial.
Beberapa hasil karya dari buah pemikiranbersama-sama teman perjuangannya, Douwes Dekker membantu mendirikan organisasi nasional pertama di Hindia Belanda, “Boedi Oetomo” pada tanggal 20 Mei 1908, dan menghadiri kongres pertamanya di Yogyakarta pada tahun yang sama. Kemudian bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (dikenal Tiga Serangkai) mendirikan partai politik yang berhaluan nasionalis pertama yaitu “Indische Partij” pada tanggal 25 Desember 1912.
Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, Douwes Dekker pernah menjabat berbagai posisi penting di pemerintahan Soekarno. Dalam Kabinet Sjahril III, ia menjabat sebagai Menteri Negara tanpa portofolio. Selanjutnya ia menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, konsultan dalam komite bidang keuangan dan ekonomi, anggota Dewan Pertimbangan Agung, pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir sebagai kepala seksi penulisan sejarah (historiografi) dibawah Kementerian Penerangan.
Selama sisa kehidupannya, Douwes Dekker selalu berjuang dengan mengedepankan hak-hak kaum pribumi yang tertindas.