GOCHIET,COM | SEJARAH – Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia. Dengan persentase 75% lautan dan 25% daratan. Secara geografis, Indonesia termasuk didalam wilayah lingkar garis tektonik dan vulkanik yang terbentang dari Sabang sampai Merauke atau lebih dikenal dengan nama “Ring of Fire“. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah gunung berapi yang banyak dan aktif hingga sampai saat ini.
Dengan banyaknya gunung berapi dan sebagai lintasan garis tektonik, maka Indonesia juga menjadi wilayah yang rawan akan bencana. Bencana itu dapat disebabkan oleh letusan gunung berapi, gempa ataupun tsunami. Bencana tersebut tentunya sangat merugikan apalagi jika sampai menelan angka jumlah penduduk yang meninggal.
Sejarah modern mencatat, salah satu bencana alam terbesar sebelum abad ke-19 terjadi di Indonesia. Pada saat itu, perkembangan teknologi dan pengetahuan sudah berkembang pesat. Penggunaan telegram sebagai alat komunikasi sudah ada, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Bencana tersebut datang melalui sebuah letusan gunung yang ada di selat Sunda (perairan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera). Gunung tersebut adalah gunung Krakatau atau orang Belanda menyebutnya Krakatoa,
Krakatau sendiri sebenarnya merupakan sebuah pulau vulkanik yang aktif dan salah satu puncak gunungnya dinamakan Gunung Krakatau. Pada tanggal 26-27 Agustus 1883, gunung Krakatau meletus dengan sangat dahsyat. Letusan tersebut menghasilkan awan panas dan tsunami yang mengakibatkan sekitar 36.000 jiwa tewas. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki Jepang. Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 Km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan pulau Sumatera bahkan sampai ke Srilangka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
Suara letusan dari gunung Krakatau terdengar sampai di Alice Spring, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika sejauh 4.653 Km, bahkan 1/8 penduduk bumi saat itu juga dapat mendengar suara letusannya yang dahsyat. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Gelombang tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah, dan Semenanjung Arab yang jauhnya mencapai 7 ribu kilometer. Letusan Krakatau juga menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atsmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York. Hal tersebut mengakibatkan penurunan suhu dibeberapa daerah bumi lainnya.
Saat ini gunung Krakatau telah hancur setelah letusan pada tahun 1883, tetapi pada tahun 1927 telah lahir kepermukaan sosok gunung baru yang dinamakan Anak Krakatau. Dengan pertumbuhannya sekitar 20 inchi perbulan. Setiap tahun bertambah tinggi sekitar 20 kaki dan lebar lebih dari 40 kaki.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus.